TNI AU. Sudah menjadi rutinitas setiap hari Rabu di Pangkalan TNI AU Roesmin Nurjadin dilaksanakan ceramah siraman rohani Islam bagi warga Muslim di Lanud Roesmin Nurjadin. Siraman Rohani atau biasa orang menyebutnya pengajian ini dimaksudkan untuk memupuk keimanan sabagai landasan moral prajuit TNI AU khususnya Lanud Roesmin Nurjadin dalam bertugas dan menjalani kehidupan sehari-hari.
Pada hari Rabu (12/6/2024) pagi ini siraman rohani Islam yang disampaikan setelah pelaksanaan apel pagi gabungan di Masjid Amrullah dengan penceramah Ustadz Dr. H. Maghfirah, MA. Dalam kajiannya Ustadz Maghfirah menyampaikan tentang perhitungan waktu atau penanggalan dalam Islam sehingga dengan bekal ilmu ini diharapkan para prajurit Lanud Roesmin Nurjadin tidak bingung dengan perbedaan hari dalam peringatan hari besar Islam.
Dijelaskan Ustadz Magfirah, ada dua perhitungan waktu yang digunakan yang pertama berdasarkan matahari. Waktu yang dihitung berdasarkan matahari antara lain adalah waktu Shalat. "Kita ketahui ada penunjukan waktu Shalat, Subuh pukul 04.46, Dzuhur 12.14, ini dari mana dapatnya, ini dapatnya berdasarkan perjalanan matahari" buka Ustadz Magfirah.
Lebih lanjut dijelaskan Ustadz sebelum ditemukannya jam, di zaman Nabi Muhammad SAW, waktu Shalat ditentukan berdasarkan posisi matahari. Nabi Muhammad SAW menyampaikan dari matahari terbit, lalu tegak lurus masuklah waktu dzuhur, setelah itu dari pergerakan matahari ini ketika menghasilkan bayangan lebih panjang dari objek masuklah waktu Ashar, terus hingga matahari terbenam dan masuklah waktu Magrib, begitu sapak merah hilang masuklah waktu Isya, terus hingga terbit fajar masuklah waktu Subuh yang habis ketika matahari mulai terbit atau disebut juga waktu syuruq.
Selanjutnya yang dihasilkan oleh perjalanan bulan, yakni bulan-bulan pada tahun Hijriyah dan waktu-waktu pelaksanaan puasa, ibadah haji dan lain sebagainya hal ini seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW berpuasalah ketika melihat bulan.
Letak geografis setiap tempat yang berbeda menyebabkan waktu terbit matahari dan bulan berbeda-beda inilah yang menyebabkan waktu Shalat dan waktu puasa atau berhaji berbeda antara Indonesia dengan Arab Saudi. Karena Indonesia lebih dulu melihat matahari maka waktu Shalatnya lebih dulu, namun disaat yang sama Arab Saudi telah melihat bulan sehingga lebih dahulu berpuasa, lebaran, wukuf dan seterusnya.
"Lalu kenapa di Indonesia sendiri berbeda waktu puasa, waktu lebaran dan sebagainya sedangkan matahari dan bulannya sama, hal ini karena berbeda metode penghitungannya. Pemerintah menggunakan metode bulan harus terlihat dahulu, apabila bulan tidak terlihat barulah dihitung, ini merupakan metode konvensional seperti halnya dizaman Nabi Muhammad SAW" jelas Ustadz Maghfirah, berbeda dengan metode hitungan atau wujudul hilal.